Kamis, 11 November 2010

Pendidik dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam

A. Pengertian Pendidik
Secara etimologi pendidik berasal dari kata didik yang berarti memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidik adalah orang yang mendidik.
Pendidik dalam pendidikan formal tingkat dasar dan menengah selalu disebut guru, sedangkan pada perguruan tinggi disebut dengan dosen. Dalam bahasa Arab, juga ditemukan beberapa istilah yang memiliki makna pendidik, yaitu ustadz, mudarris, mu’allim, dan mu’addib. Abuddin Nata mengemukakan bahwa kata ustadz jamaknya asātidz yang berarti teacher (guru), professor (gelar akademik), jenjang di bidang intelektual, pelatih, penulis, dan penyiar. Adapun kata mudarris berarti teacher (guru), instructor (pelatih), lecture (dosen). Sedangkan kata mu’allim yang juga berarti teacher (guru), instructor (pelatih), dan trainer (pemandu). Sementara kata mu’addib berarti educator (pendidik) atau teacher in koranic school (guru dalam lembaga pendidikan al-Qur’an).
Ada beberapa pendidik yang disebutkan di dalam Alquran dan Hadis, yaitu pertama: Allah. Tidak diragukan lagi bahwa Allah adalah pendidik yang sesungguhnya. Allah yang memberikan pengajaran kepada seluruh manusia. Kedua: Rasul. Ini dapat dipahami dari misi diutusnya Rasul kepada setiap umat, yaitu untuk memberikan pengajaran, bimbingan, serta arahan, kepada umatnya. Ketiga: orang tua. Orang tua merupakan pendidik yang pertama dan utama dalam pendidikan. Namun karena tuntutan orang tua semakin banyak dan kebutuhan manusia juga semakin kompleks, maka pendidikan anak diserahkan orang tua kepada lembaga pendidikan. Keempat: orang lain (guru). Istilah pendidik selalu mengacu kepada mereka yang memberikan pelajaran kepada anak didik di sekolah. Penyerahan anak didik ini tidak berarti bahwa orang tua melepaskan tanggung jawabnya sebagai pendidik yang utama, tetapi orang tua tetap memiliki kewajiban untuk mendidik anak-anaknya.
Dalam pendidikan Islam terdapat perbedaan istilah untuk menyebutkan pendidik. Adanya perbedaan dalam penggunaan istilah pendidik, juga berangkat dari penggunaan istilah pendidikan yang digunakan. Bagi orang yang berpendapat bahwa istilah yang tepat untuk menggunakan pendidikan adalah tarbiyyah, maka seorang pendidik disebut murabbi, jika ta’līm yang dianggap lebih tepat, maka pendidiknya disebut mu’allim, dan jika ta’dīb yang dianggap lebih cocok untuk makna pendidikan, maka pendidik disebut dengan mu’addib.
Kata ”murabbi”, sering dijumpai dalam kalimat yang orientasinya lebih mengarah pada pemeliharaan, baik yang bersifat jasmani atau rohani. Pemeliharaan seperti ini terlihat dalam proses orang tua membesarkan anaknya. Mereka tentunya berusaha memberikan pelayanan secara penuh agar anaknnya tumbuh dengan fisik yang sehat dan kepribadian serta akhlak terpuji. Term mu’addib mengacu kepada guru yang memiliki sifat-sifat rabbany yaitu nama yang diberikan bagi orang-orang yang bijaksana dan terpelajar yang memiliki sikap tanggung jawab yang tinggi serta mempunyai jiwa kasih sayng terhadap peserta didik. Sedangkan kata ”mu’allim” memberikan konsekuensi bahwa guru adalah seorang yang alim (ilmuan), menguasai ilmu pengetahuan, keratif dan memiliki komitmen dalam pengembangan ilmu. Dalam pengertian ini maka seorang guru harus kaya dengan ilmu dan aktivitas dan ia berusaha untuk memberikan pengetahuannya tersebut kepada peserta didiknya.
Di beberapa wilayah Indonesia, ada beberapa ungkapan populer untuk menyebut guru. Di Minangkabau, misalnya, guru biasanya disebut Buya berasal dari kata abuyya yang berarti Bapakku tercinta; sementara di daerah lain, seperti Sunda, dikenal sebutan Yang guru, Nyai guru, Kang guru, Uwa guru dan Aki guru. Walaupun sebutan itu ditujukan kepada guru yang memiliki keunggulan, namun hal ini bisa dijadikan alasan kuat untuk menyatakan bahwa guru berada pada posisi terhormat di mata masyarakat.
Dalam sistem pendidikan nasinal, pendidik dikenal dengan beberapa sebutan, seperti yang ditegaskan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) pasal 1 ayat (6): ” Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan”.
Meskipun terdapat berbagai perbedaan istilah, namun makna dasar dari masing-masing istilah tersebut terkandung di dalam konsep ”pendidik” dalam pendidikan Islam. Dengan demikian, ”pendidik” tidak hanya sebagai orang yang menyampaikan materi an sich kepada peserta didik (transfer of knowladge), tetapi lebih dari itu ia juga bertugas untuk mengembangkan kemampuan peserta didik secara optimal (tranformation of knowladge) serta menanamkan nilai (internalitation of values) yang berlandaskan kepada ajaran Islam. Tegasnya, seorang pendidik berperan besar dalam menumbuh-kembangkan berbagai potensi positif peserta didik secara optimal sehingga tujuan pendidikan Islam yang ideal dapat diraih.
Ahmad Tafsir menyatakan bahwa pendidik dalam Islam sama dengan teori di Barat, yaitu siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik. Sementara Nata menyatakan bahwa makna pendidikan secara fungsional menunjukkan kepada seseorang yang melakukan kegiatan dalam memberikan pengetahuan, keterampilan, pendidikan, pengalaman dan sebagainya. Orang yang melakukan kegiatan ini bisa siapa saja dan di mana saja. Di rumah dilakukan oleh oarng tua, di sekolah tugas tersebut dilakukan oleh guru, dan di masyarakat dilakukan oleh organisasi-organisasi kependidikan dan sebagainya. Pembahasan tentang hakikat pendidik pada kesempatan ini lebih difokuskan kepada pendidik yang berada pada lembaga pendidikan atau guru.



B. `Pendidik dalam al-Qur’an dan Hadis
Secara eksplisit, memang tidak ditemukan ayat-ayat al-Qur’an yang berbicara tentang pendidik. Namun secara implisit, al-Qur’an membicarakan tentang pendidik. Hal itu dapat dilihat dari konsep al-Qur’an tentang ilmu dan kedudukan orang-orang yang berilmu. Orang yang berilmu ini tentunya memiliki hubungan erat dengan pendidik, dimana pendidik adalah orang yang memiliki dan mengajarkan ilmu.
Dalam al-Qur’an ditemukan ayat-ayat yang menunjukkan bahwa Allah memposisikan pendidik pada tempat terhormat. Seperti firman Allah:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Q.S. al-Mujadilah/58: 11)
Selain dari ayat di atas, juga terdapat firman Allah dalam surat az-Zumar tentang posisi seorang pendidik dengan ilmu yang dimilikinya. Firman-Nya:
Artinya: Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (Q.S. az-Zumar/39: 9).

Selain dari posisi di atas, seorang pendidik yang berilmu tersebut memiliki karakter takut, tunduk dan taat kepada Allah (khasyyatullah). Hal ini berarti bahwa secara implisit seorang pendidik memiliki kelebihan dari manusia lain ketika menjalankan perintah Allah. Firman-Nya:

Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha Pengampun.
Dari ayat-ayat yang berkenaan dengan orang yang memiliki ilmu (pendidik) di atas, dapat disimpulkan bahwa Allah menempatkan seorang pendidik pada posisi yang terhormat. Jika digunakan logika berfikir yang linear maka tentunya posisi ulama akan terus meningkat derajatnya apabila ia mengaplikasikan ilmunya dalam sikap hidup dan perilaku sehari-hari. Selanjutnya posisi terhormat seorang pendidik tersebut akan terus meningkat ke derajat yang lebih tinggi bila ilmu tersebut diwariskan kepada orang lain melalui usaha pendidikan.
Dari beberapa hadis dapat dilihat bahwa Nabi Muhammad SAW juga memposisikan pendidik di tempat yang mulia dan terhormat. Dia menegaskan bahwa ulama adalah pewaris para nabi, sementara makna ulama adalah orang yang berilmu. Dalam perspektif pendidikan Islam, pendidik termasuk ulama. Tegasnya, pendidik adalah pewaris para nabi. Rasul bersabda:

.....اْلعُلَمَاءُ وَرَاثَتُ اْلاَنْبِيَاءِ.....
Para ulama (guru) adalah pewaris para nabi…(Dari Abu Darda’ r.a. dan diriwayatkan oleh Ibn Majah)
Hadis di atas juga menunjukkan bahwa Rasulullah SAW memberikan perhatian yang besar terhadap ”pendidik” sekaligus memberikan posisi terhormat kepadanya. Hal ini beralasan mengingat peran pendidik sangat menentukan dalam mendidik manusia untuk tetap konsisten dan komitmen dalam menjalankan risalah yang dibawa oleh Rasulullah SAW.

C. Tugas, Tanggung Jawab dan Kedudukan Pendidik
Keberhasilan pendidikan tergantung pada banyak faktor, namun yang terpenting di antara faktor-faktor tersebut adalah sumber daya pontensial guru yang sarat nilai moral dalam melakukan transpormasi ilmu pengetahuan kepada murid-muridnya. Dalam angkatan bersenjata faktor ini disebut dengan “the man behind the gun”. Orang-orang militer berpendapat bahwa bukan senjata yang memenangkan perang, tetapi serdadu yang memegang senjata itu. Serdadu tidak akan memenangkan suatu pertempuran apabila tidak menguasai strategi perang. Demikian juga dalam bidang pendidikan, di balik keberhasilan seorang peserta didik atau murid ada jasa, usaha, dan kegigihan seorang pendidik yang sering kali disebutkan sebagai “pahlawan tanpa tanda jasa”
Tugas pendidik menurut Ahmad Tafsir ada tiga macam. Pertama, membuat persiapan mengajar yaitu merencanakan program pengajaran. Kedua, sebagai pengajar yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan. Ketiga, mengevaluasi hasil belajar. Ahmad Tafsir menyatakan bahwa tugas guru yang utama dari sekian banyak tugas-tugas yang diserahkan kepadanya adalah mengajar dan semua tugas yang berhubungan dengan pencapaian tujuan pengajaran atau pendidikan
Selain itu juga Ag. Soejono sebagaimana dikutip oleh Ahmad Tafsir membagi tugas-tugas yang dilaksanakan oleh guru yaitu:
1. Wajib mengemukakan pembawaan yang ada pada anak dengan berbagai cara seperti observasi, wawancara, melalui pergaulan, angket dan sebagainya.
2. Berusaha menolong anak didik mengembangkan pembawaan yang baik dan menekankan pembawaan yang buruk agar tidak berkembang.
3. Memperlihatkan kepada anak didik tugas orang dewasa dengan cara memperkenalkan kepada anak didik tugas orang dewasa dengan cara memperkenalkan berbagai keahlian, keterampilan, agar anak didik memilikinya dengan cepat.
4. Mengadakan evaluasi setiap waktu untuk mengetahui apakah perkembangan anak didik berjalan dengan baik.
5. Memberikan bimbingan dan penyuluhan tatkala anak didik melalui kesulitan dalam mengembangkan potensinya.
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan di atas dapat diketahui tugas dan tanggung jawab guru bukan hanya mengajar atau menyampaikan kewajiban kepada anak didik, akan tetapi juga membimbing mereka secara keseluruhan sehingga terbentuk kepribadian muslim.
Sehubungan dengan hal itu Abidin juga menegaskan bahwa” Tugas dan tanggung jawab utama yang harus dilaksanakan oleh guru, terutama guru agama pendidikan agama Islam adalah membimbing dan mengajarkan seluruh perkembangan kepribadian anak didik pada ajaran Islam. Menurut Al-Ghazali guru harus memiliki akhlak yang baik, karena anak-anak didiknya selalu melihat pendidiknya sebagai contoh yang harus diikutinya.
Sedangkan Nur Uhbayati mengemukakan tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh pendidik (guru) antara lain:
1. Membimbing anak didik kepada jalan yang sesuai dengan ajaran agama Islam
2. Menciptakan situasi pendidikan keagamaan yaitu suatu keadaan di mana tindakan-tindakan pendidikan dapat berlangsung dengan hasil yang memuaskan sesuai dengan tuntutan ajaran Islam.
Tugas pendidik menurut UU Sistem Pendidikan Nasional adalah merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi
Selain itu Abdullah Nashih Ulwan lebih memerinci tanggung jawab yang harus diemban oleh pendidik. Tanggung jawab tersebut meliputi: 1). Tanggung jawab pendidikan iman, 2) Tanggung Jawab Pendidikan akhlak, 3) Tanggung Jawab Pendidikan fisik, 4) Tanggung Jawab Pendidikan intelektual, 5) Tanggung Jawab Pendidikanpsikis, 6) Tanggung Jawab Pendidikan sosial, 7) Tanggung Jawab Pendidikan seksual.
Tugas pendidik yang utama menurut Al-Ghazali sebagaimana dikutip Al Rasyidin dan Syamsul Nizar adalah menyempurnakan, membersihkan, menyucikan, serta membawa hati manusia untuk taqarrub il Allah. Tugas ini sepertinya sama seperti tugas Rasul sebagaimana terdapat dalam Alquran:

Artinya: Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan ni`mat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah (As Sunnah), serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. (Al-Baqarah: 151)
Tugas guru yang paling utama adalah mengajar dan mendidik. Sebagai pengajar guru merupakan peranan aktif (medium) antara pesta didik dengan ilmu pengetahuan.” Secara umum dapat dikatakan bahwa tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh guru adalah mengajak orang lain berbuat baik. Tugas tersebut identik dengan dakwah islamiyah yang bertujuan mengajak umat Islam untuk berbuat baik. Di dalam Al-Qur’an Ali Imran ayat 104 Allah berfirman:

Artinya: “Dan hendaklah di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
Profesi seorang guru juga dapat di katakan sebagai penolong orang lain, karena dia menyampaikan hal-hal yang baik sesuai dengan ajaran Islam agar orang lain dapat melakasanakan ajaran Islam. Dengan demikian akan tertolonglah orang lain dalam memahamin ajaran Islam. Musthafa Al-Maraghi mengatakan ”Orang yang diajak bicara dalam hal ini adalah umat yang mengajak kepada kebaikkan, yang mempunyai dua tugas, yaitu menyuruh berbuat baik dan melarang berbuat mungkar” Dalam tafsir Al-Azhar, diterangkan bahwa: “Suatu umat yang menyediakan dirinya untuk mengajak atau menyeru manusia berbuat kebaikan, menyuruh berbuat yang ma’ruf yaitu, yang patut, pantas, sopan, dan mencegah dari yang mungkar.
Berdasarkan ayat dan tafsir di atas dapat dipahami bahwa dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, guru berkewajiban membantu perkembangan anak menuju kedewasaan yang sesuai dengan ajaran Islam, apalagi di dalam tujuan pendidikan terkandung unsur tujuan yang bersifat agamis, yaitu agar terbentuk manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Agama datang menuntun manusia dan memperkenalkan mana yang ma’ruf dan mana yang mungkar, oleh karena itu hendaklah guru agama menggerakkan siswa kepada yang ma’ruf dan menjauhi yang mungkar, supaya siswa bertambah tinggi nilainya baik disisi manusia maupun dihadapan Allah.
Bila diperhatikan secara lebih jauh, tugas dan tanggung jawab yang mestinya dilaksanakan oleh guru yang telah dijelaskan pada firman Allah di atas intinya adalah mengajak manusia melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Menurut M. Ja’far bahwa “Tugas dan tanggung jawab guru menurut agama Islam dapat diidentifikasikan sebagai tugas yang harus dilakukan oleh ulama, yaitu menyuruh yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar”. Hal ini menunjukkan adanya kesamaan tugas yang dilaksanaan guru dengan mubaligh/da’i, melaksanakan tugasnya melalui jalur pendidikan luar jalur sekolah (non formal). Rasulullah bersabda:
و عن عبد الله عمرو بن العاص رضى الله قال : بلغوا عنى ولو آية
رواه البخارى
Artinya : “Dari Abdullah bin Amru bin Ash r.a dia berkata: Bersabda Nabi SAW, sampaikanlah dari ajaranku walaupun satu ayat. (HR. Bukhari)
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tugas dan tanggung jawab guru sebagai pendidik tidak hanya mengajar (transfer of knowladge), akan tetapi mendidik, mengarahkan dan membimbing hingga tercapainya perkembangan maksimal sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Demikianlah tugas mulia yang diemban pendidik, hingga mengantarkannya kepada kedudukan yang tinggi, bahkan Islam menempatkan pendidik setingkat dengan Rasul. Seperti yang tergambar dalam syair Syauki berikut ini:
قم للمعلم وفه التبجيل# كاد المعلم أن يكون رسولا
”Berdiri (hormatilah) guru dan berilah penghargaan kepadanya, karena seorang guru itu hampir saja merupakan Rasul.”
Mengapa kedudukan yang terhormat diberikan kepada para pendidik (guru)? Hal ini tidak lain karena guru merupakan bapak spritual (spritual father) bagi anak didik yang memberikan santapan jiwa dan ilmu, pembinaan akhlak mulia dan meluruskannya. Kedudukan yang mulia ini juga tergambar dari ungkapan Al-Ghazali yang mengatakan bahwa: pendidik merupakana pelita segala zaman, orang yang hidup semasa dengannya akan memperoleh pancaran cahaya keilmiahannya. Seandainya dunia tidak ada pendidik niscaya manusia seperti hewan, sebab pendidikan adalah upaya mengeluarkan manusia dari sifat kebinatangan kepada sifat insaniyah.
Demikianlah tugas, tanggung jawab serta kedudukan pendidik dalam pandangan Islam. Akhirnya sebagai renungan agar kita dapat lebih menghargai pendidik (guru) penulis ingin mengutip penggalan puisi yang berkaitan dengan guru:

Guru oh Guru
Berburu ke padang datar,
Dapat rusa belang kaki;
Berguru kepalang ajar,
Ibarat bunga kembang tak jadi.
Dialah pemberi paling setia
Tiap akar ilmu miliknya
Pelita dan lampu segala
Untuk manusia sebelum manjadi dewasa.
Dialah ibu dialah bapa juga sahabat
Alur kesetiaan mengalirkan nasihat
Pemimpin yang ditauliahkan segala umat
Seribu tahun katanya menjadi hikmat.
Jika hari ini seorang Perdana Menteri berkuasa
Jika hari ini seorang Raja menaiki takhta
Jika hari ini seorang Presiden sebuah negara
Jika hari ini seorang ulama yang mulia
Jika hari ini seorang peguam menang bicara
Jika hari ini seorang penulis terkemuka
Jika hari ini siapa saja menjadi dewasa;
Sejarahnya dimulakan oleh seorang guru biasa
Dengan lembut sabarnya mengajar tulis-baca.


D. Syarat dan Karakteristik Pendidik dalam Pendidikan Islam
Tugas guru sangat berat tetapi mulia. Oleh karena itu tidak semua orang dapat menjadi guru. Untuk dapat melakukan peran dan melaksanakan tugas serta tanggung jawabnya, seorang guru memerlukan syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat inilah yang akan membedakan antara guru dengan profesi lainnya.
Disadari bahwa pada dasarnya sulit membedakan dengan tegas antara syarat dan sifat guru. Dalam kesempatan ini, ”syarat” diartikan sebagai sifat guru yang pokok, yang dapat dibuktikan secara empiris ketika seseorang ingin menjadi guru. Sedangkan ”sifat” adalah pelengkapsyarat tersebut. Dengan kata lain syarat itu adalah sifat minimum dan sifat adalah pelegkap syarat (syarat maksimum). Pembedaan ini diperlukan karena, sangat sulit memperoleh sosok guru yang memiliki syarat makssimal. Dengan adanya syarat minimum dan syarat maksimum ini seseorang dapat diangkat menjadi tenaga pendidik dengan memenuhi syarat minimum (syarat).
Soejono mengemukakan 4 (empat) syarat untuk menjadi guru, yaitu:

1. Dewasa
2. Sehat jasmani dan rohani.
3. Ahli dalam mengajar
4. Harus berkesusilaan dan berdedikasi tinggi.
Sedangkan syarat guru menurut Ngalim Purwanto adalah
1. Berijazah
2. Sehat jasmani dan rohani
3. Takwa kepada Tuhan YME. Dan berkelakukan baik.
4. Bertanggung jawab
5. Berjiwa nasional
Tidak berbeda dengan syarat-syarat yang telah dkemukakan di atas, Sardiman mengklasifikasikan syarat guru ini kepada 4 (empat) kelompok:

1. Persyaratan administratif, yang meliputi soal kewarganegaraan, umur, berkelakuan baik dan syarat-syarat yang lain yang telah ditentukan sesuai dengan kebijakan yang ada.
2. persyaratan teknis, yang meliputi syarat yang bersifat formal seperti ijazah. Menguasai cara dan teknik mengajar dan memiliki motivasi dan citacita memajukan pendidikan dan pengajaran juga termasuk ke dalam persyaratan teknis.
3. Persyaratan psikis, yang meliputi sehat rohani, mampu mengendalikan emosi, sabar, dewasa dalam berpikir dan lain-lain
4. Persyaratan fisik, yang meliputi berbadan sehat, tidak memiliki cacat tubuh yang mengganggu pekerjaannya, tidak memiliki penyakit menular dan lain-lain
Ada tiga hal yang sama dalam syarat-syarat yang dikemukakan oleh ketiga penulis di atas, yaitu:
1. Dewasa. Mendidik adalah tugas yang sangat penting, karena menyangkut perkembangan seseorang. Oleh karenanya, tugas ini harus dilakukan secara sadar dan bertanggung jawab. Tugas yang penuh tanggung jawab hanya dapat dilakukan oleh orang yang telah dewasa. Anak-anak tidak dapat dimintai pertanggungjawabannya.
2. Sehat jasmani dan rohani. Sehat jasmani sangat penting diperhatikan, karena orang tidak dapat melakukan tugasnya dengan baik, jika badannya tidak sehat. T Apa lagi seorang guru yang memiliki penyakit menular seperti TBC, lepra dan lain-lain, tentunya akan membahayakan siswanya. Sedangkan sehat rohani berarti mendidik itu tidak dapat dilakukan oleh orang yang tidak sehat rohaninya seperti memiliki kelainan jiwa, gila atau kleptomania (suka mecuri) dan lain-lain.
3. Memiliki keahlian dalam mengajar. Hal ini sangat penting karena proses pendidikan akan berhasil dengan baik bila mana para pendidik mempunyai keahlian, skill dan kecakapan.
Sebelum memulai pembahasan tentang karakteristik seorang guru penulis ingin menyajikan satu puisi yang berkaitan dengan karakteristik tersebut:

GURU SEJATI
Oleh Fahri
Guru adalah pahlawan sejati
Pengabdi yang tak pernah henti
Nasihatnya menenteramkan hati
Karena itulah ia sangat dihormati

Senyum yang selalu terbuka
Benar-benar lahirkan pesona
Sorot matanya tajam
Namun tak kesankan kejam
Ucapannya tegas
Tapi tak terasa keras
Dan disiplin yang diterapkan
Ketat namun mengasyikan
Karena itu murid semua mencintainya

Tak juga Ia berkata kasar
Teriakan apalagi Cacian
Tutur-katanya lembut menyenangkan
Tegurannya sopan tak berlebihan
Namun tegas dalam memutuskan
Semua murid diperlakukan sama
Walau dengan cara berbeda
Ia bisa bicara tanpa berkata
Berteriak tanpa suara
Karena jiwanya sungguh kaya
Dengan kasih dan penuh cinta
Murid merasa aman dengannya
Seperti seorang ayah layaknya
Menjadi akrab dengan siapa saja
Semua merasa sahabat karibnya


Tahukah Kau,
di negri mana guru itu berada?
Ingin sekali kutemui
Akan kuajak dia ke sini
Agar bersedia mengajari
Semua guru hingga bisa memberi
Dengan setulus-tulus hati
Agar guru bisa bekerja
Dengan modal kekayaan jiwa
Dan pemerintah mau peduli
Dengan nasib anak-anak negri
Yang hidup dalam jiwa yang mati
Agar merubah negri ini
Menjadi kampung besar
Yang penduduknya suka belajar
Agar negri ini tidak berubah
Menjadi padang kuburan
Tahukah Kau, di negri mana guru itu berada?

Selanjutnya para ahli berbeda-beda dalam merumuskan karakteristk-karakteristk seorang pendidik:
1. Al-Abrasyi menyebutkan 7 (tujuh) karakteristik, yaitu:
2. Zuhud, dan mengajar hanya karena mencari keridaan Allah.
3. Bersih tubuh.
4. Ikhlas.
5. Pemaaf.
6. Bersifat kebapakan.
7. Mengetahui karakter siswa.
8. Menguasai pelajaran.
Al-Ghazali menyebutkan 8 (delapan) karakteristik, yaitu:
1. Mengasihi murid-murid dan menyayangi mereka seperti menyayangi anak sendiri.
2. Mengikuti Rasul dan berbuat tanpa pamrih.
3. Selalu memberikan nasihat-nasihat kepada murid.
4. Melarang murid melakukan akhlak yang buruk dengan cara yang bijaksana (sindiran)
5. Tidak meremehkan ilmu-ilmu lain.
6. Memberikan materi pelajaran ada siswa sesuai dengan kemampuan mereka
7. Mempelajari kejiwaan siswa seperti tidak memberikan materi yang rumit pada siswa yang kurang mampu, walaupun guru itu menguasainya.
8. Merealisasikan (mengamalkan) ilmu-ilmu yang dimiliki dalam kehidupan.
Abdurrahman an-Nahlawi menyebutkan 10 (sepuluh) karakteristik pendidik, yaitu:
1. Memiliki sifatrabbani
2. Ikhlas.
3. Sabar.
4. Jujur.
5. Berwawasan luas.
6. Terampil dalam menciptakan metode pengajaran yang variatif dan sesuai dengan situasi dan materi pelajaran.
7. Tegas.
8. Memahami psiklogi anak, psikologi perkembangan dan psikologi pendidikan.
9. peka terhadap fenomena kehidupan.
10. Adil
Mahmud Yunus juga mengemukakan 10 karakteristik pendidik, yaitu:
1. Menyayangi murid seperti anak sendiri.
2. Memberikan nasihat.
3. Memperingatkan muridnya bahwa tujuan menuntut ilmu adalah mendekatkan diri kepada Allah.
4. Melarang murid berkelakuan tidak baik dengan cara yang lemah lembut
5. Mengajarkan murid bahan elajaran yang mudah dan banyak terjadi di masyarakat.
6. Tidak merendahkan pelajaran lain.
7. Memberikan pelajaran sesuai dengan kemampuan murid.
8. Mendidik murid supay berpikir dan berijtihad, tidak hanya menerima apa yang diajaran guru.
9. Sesuai antara perkataan dan perbuatan.
10. Berlaku adil pada murid dan tidak membeda-bedakan anatara yang satu dengan yang lain.
Yang menarik dari karakteristik yang dikemukakan para tokoh-tokoh pendidikan di atas terutama penulis muslim adalah mereka sangat menekankan kasih sayang kepada murid. Hal ini dapat dimengerti karena kasih sayang merupakan sifat yang sangat penting dalam sebuah interaksi terutama dalam interaksi pendidikan. Dengan adanya kasih sayang, maka sifat-sifat yang lain akan mudah untuk diekspresikan.
Untuk menunjukkan sifat kasih sayang sebagai sifat yang harus dimiliki oleh seorang pendidik, Alquran dalam beberapa tempat menggunakan kata sapaan yang menunjukkan hal tersebut. Di antaranya: Q.S.31: 13

Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".
Lafal يا بني (ya bunayya) pada ayat di atas adalah bentuk tashghir yang dimaksud adalah memanggil anak dengan nama kesayangannya, sesungguhnya mempersekutukan) Allah itu (adalah benar-benar kelaliman yang besar.") Maka anaknya (putra Lukman) itu bertobat kepada Allah dan masuk Islam
Ayahnya berkata: "Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar (untuk membinasakan) mu. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia."
Alquran secara emplisit menjelaskan pentingnya sifat kasih sayang dalam mendidik anak (peserta didik). Bahkan dari hal kecil yaitu penggunaan kata sapaan atau panggilan. Kata يا بني (ya bunayya) adalah bentuk tashghir dari إبن )ibnu( yang berarti anak kecil Namun ini tidak berarti bahwa anak Luqman dan yusuf (anak Ya’kub) badannya kecil atau kerdil (kate). Akan tetapi tashghir di sini dimaksudkan kepada esensi dari anak kecil, yaitu mereka yang membutuhkan kasih sayang dari orang-orang disekitarnya, karena mereka masih sangat lemah.
Panggilan kesayangan ini juga terdapat pada setiap suku . Misalnya Inang, Ucok, Butet pada suku Batak, Buyung dan Upik dalam suku Minang, Inong dan Agam pada suku Aceh.
Demikian pentingnya peran pendidik, oleh karena itu pendidik ini harus menjalankan tugas dan memahami perannya sebagaimana yang dijelaskan di atas. Dalam konteks pelaksanaan pendidikan di Indonesia, pendidik, baik guru maupun dosen memang telah mendapat perhatian dari pemerintah, terbukti dengan adanya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Namun, pendidik harus menyadari bahwa pendidik tidak hanya sekedar profesi formal yang bertanggung jawab dalam menyampaikan materi sebaik-baiknya, dengan perencanaan pembelajaran yang matang dan menerapan metode yang baik. Hal yang lebih penting adalah pendidik seharusnya sebagai figur-central (uswatun hasanah) bagi peserta didiknya. Apalagi adanya pergerseran nilai yang semakin tajam di era globalisasi ini, prinsip pragmatisme dan materialisme selalu menjadi pertimbangan—terkadang menjadi pertimbangan utama—dalam setiap profesi, termasuk profesi guru. Berkualitas tidaknya suatu pembelajaran hanya diukur dengan seberapa besar materi yang ia dapatkan.
Oleh karena itu, prinsip keikhlasan dan keteladan seharusnya lebih mendapat perhatian bagi guru dalam konteks kekinian. Sikap yang ikhlas bukan berarti tidak membutuhkan materi, tetapi materi bukanlah tujuan utama dan penentu akhir berhasil tidaknya suatu pendidikan. Begitu pula keteladanan, bukan hanya tugas guru yang berkenaan dengan bidang studi akhlak an sich, seperti bidang studi agama dan bidang studi kewarganegaraan; akan tetapi keteladanan harus menjadi kepribadian setiap guru--terlepas apa pun bidang studi yang dibimbingnya—terutama guru yang beragama Islam. Hendaknya, masing-masing guru tersebut telah memiliki kepribadian Islami, sebab keteladanan kepribadian ini sangat menentukan berhasil tidaknya seorang pendidik dalam mempengaruhi pembentukan karakter (caracter bulding) peserta didik yang sesuai dengan ajaran Islam.

2 komentar:

  1. Lucky Club Casino Site Review 2021 | Slots, Live Games & Bonuses
    Lucky Club Casino: Our Review - A Trustworthy Casino For luckyclub.live UK Players 2021 ✓ All The Info And Facts You Need To Know ✓ Great Games, Bonuses

    BalasHapus
  2. Harrah's Resort Southern California - Mapyro
    Harrah's Resort Southern California 보령 출장마사지 is located 거제 출장샵 in Valley Center, California. The casino is owned and operated 부산광역 출장안마 by Vici Properties. The casino is part 김천 출장안마 of 김천 출장안마

    BalasHapus